Perbedaan antara Islam dan Budaya
Pertama: Sumber budaya dari manusia yang memiliki lalim lagi bodoh sebagaimana Allah gambarkan tetang sifat manusia secara umum dalam firman-Nya:
{إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا} [الأحزاب/72]
“Sesungguhnya Kami (Allah) menawarkan amanah itu kepada langit, bumi dan gunung-gunung dan mereka menolaknya, lalu manusia memikulnya, sesungguhnya manusia itu lalim lagi bodoh”.
Islam sumbernya dari Allah Yang Maha Tahu, Maha Bijaksana dan Maha Adil. Allah Maha Tahu apa yang terbaik bagi seluruh makhluk. Allah Maha Bijaksana dalam segala ketentuan dan keputusan-Nya, tidak ada yang sia-sia dalam segala ciptaan-Nya. Allah Maha Adil dalam segala ketetapan dan hukum-Nya, tidak sedikitpun ada kelaliman dalam segala ketetapan Allah. Sebagaimana Allah nyatakan dalam kitab suci Al Quran:
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاءَهُمْ وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ (41) لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ} (42) [فصلت/41-42]
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dengan Al Quran itu tatkla datang kepada mereka, sesungguhnya Al Quran itu kitab yang mulia. Tidak dicampuri oleh kebatilan baik dari arah depan dan tidak pula dari arah belakang, yang diturunkan dari Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha terpuji”.
Dan Allah tidak sedikitpun berbuat lalim terhadap hamba-hamba-Nya, Allah berfirman:
{مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ} [فصلت/41-4642 ]
‘Barangsiapa yang melakukan amal sholeh maka hal itu itu dirinya sendiri, dan barangsiap yang berbuat keburukan maka akibatnya atas dirinya sendiri. Dan Robmu tidak berbuat lalim terhadap hamba-Nya sedikitpun”.
Kedua: Sebuah budaya belum tentu cocok untuk semua manusia, budaya Asia belum tentu cocok untuk orang Afrika, budaya Arab belum tentu cocok untuk orang Eropa. Akan tetapi ajaran Islam cocok untuk seluruh umat manusia apapun bangsa dan suku mereka, bahkan untuk Jin sekalipun.
Sebagaimana Allah berfirman:
{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ} [سبأ/28]
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk semua manusia”.
Ketiga: Sebuah budaya belum tentu cocok pada setiap saat, bahkan hanya cocok untuk waktu dan zaman tertentu. Sedangkan Islam diturunkan Allah untuk sepanjang waktu dan masa sampai akhir zaman, Islam tidak hanya berlaku pada fase kenabian dan kekhalifahan saja, akan tetapi berlaku untuk seluruh generasi umat manusia sampai hari kiamat. Karena Islam adalah agama yang terakhir yang dijaga keasliannya oleh Allah sampai hari kiamat. Sebagaimana sebutkan dalam firman-Nya:
{إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ} [الحجر/9]
“Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al Quran itu dan Kami sungguh akan menjaganya”.
Dan akan tetap ada satu golongan dari manusia yang beramal dan berada diatas islam yang murni sampai hari kiamat. Sebagaimana Rasulullah tegaskan dalam sabdanya:
« لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أمتي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يأتي أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ ». رواه مسلم.
“Akan senantiasa ada satu golongan dari umatku berada diatas kebenaran, mereka tidak merasa terganggu dengan orang-orang yang menghina mereka, sampai datang keputusan Allah (hari kiamat) mereka tetap seperti itu”.
Keempat: Sebuah budaya belum tentu cocok pada semua tempat, bahkan sering terbatasi oleh tempat dan ruang. sedangkan Islam diturunkan Allah berlaku untuk di semua tempat, baik di Barat maupun di Timur, baik di Eropa, Afrika maupun di Asia, Islam tidak hanya berlaku di Arab saja. Sebagaimana Allah tegaskan dalam Al Quran:
{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ} [الأنبياء/107]
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat untuk seluruh alam”.
Kelima: Sebuah budaya boleh untuk kita pilah-pilih, kita tolak dan kita tinggalkan bahkan kita lupakan, akan tetapi Islam wajib untuk kita terima dan amalkan, tidak boleh kita tolak, kita tinggalkan apalagi dilupakan.
Allah berfirman:
{ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ} [محمد/28]
“Yang demikian itu adalah karena mereka mengikuti apa yang dibenci Allah, dan mereka membenci keredhaan-Nya, maka Allah menghapus seleuruh amalan mereka”.
Islam tidak boleh kita pilah-pilih bahkan harus kita terima dan kita jalankan secara total dan maksimal, sebagaimana Allah perintahkan dalam firmannya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ} [البقرة/208]
“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam Islam itu secara keseluruhan, jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan,sesungguhnya setan itu musuh yang nyata”.
• Pandangan Islam terhadap Budaya
Salah satu cara orang Arab Jahiliyah untuk menolak kebenaran Islam adalah membanggakan budaya nenek moyang sebagaimana Allah sebutkan argumentasi orang-orang musrik ketika diseru kedalam Islam:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ} [البقرة/170]
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ikutilah apa yang telah diturunkan Allah! Mereka menjawab: kami hanya mengikuti apa yang kami dapati nenek moyang kami diatasnya. Meskipun nenek moyang mereka tidak tahu apa-apa dan tidak pula mendapat petunjuk”.
Demikian pula disebutkan dalam firman Allah yang lain:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ الشَّيْطَانُ يَدْعُوهُمْ إِلَى عَذَابِ السَّعِيرِ} [لقمان/21]
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ikutilah apa yang telah diturunkan Allah! Mereka menjawab: kami hanya mengikuti apa yang kami dapati nenek moyang kami diatasnya. Sekalipun setan mengajak mereka ke dalam neraka Sa’ir”.
Begitu banyak budaya Arab jahiliyah yang dikoreksi oleh Islam, ini menunjukkan bahwa Islam bukanlah budaya Arab. Berikuti ini kita sebutkan beberapa contoh budaya Arab yang dihapus oleh Islam:
1. Bertawsul dengan orang mati.
Salah satu kebiasaan masyarakat Arab Jahiliyah mengkultuskan orang sholeh namanya Latta. Pada mulanya patung Latta adalah simbol orang yang sangat dermawan kepada para jamaah haji. Dengan berlalunya waktu akhirnya patung itu dijadikan oleh masyarakat Arab Jahiliyah sebagai media bertawasul kepada Allah. Jika mereka ingin mendapatkan sesuatu mereka mendatangi patung Latta tersebut untuk bertawsul.
{وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى} [الزمر/3]
“Dan orang-orang yang menggambil selain Allah sebagai pembantu, kami tidak menyembah mereka kecuali untuk mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya”.
Menurut asumsi mereka hal itu tidak merupakan perbuatan syirik akan tetapi bagain dari minta syafaat dalam budaya mereka.
{وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ} [يونس/18]
“Dan mereka menyembah selain Allah sesuatu yang tidak memberi mudarat dan tidak pula mamfaat kepada mereka, dan mereka berkata: mereka sebagai pemberi syafaat kami di sisi Allah”.
Karena hal itu sudah menjadi adat kebiasaan dan budaya nenek moyang mereka sejak dulu kala, mereka menolak untuk meninggalkannya.
{قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آَبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ} [الأعراف/70]
“Mereka berkata: apakah kamu datang kepada kami untuk mengajak kami menyembah Allah saja? Dan kami meninggalkan apa yang disembah oleh nenek moyang kami? Maka datangkalah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika engkau termasuk orang-orang yang jujur”.
2. Tawaf di Ka’bah tanpa busana.
Allah sebutkan dalam hal ini dalam firman-Nya mulia:
{يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ} [الأعراف/31]
“Wahai anak keturunan Adam pakailah pakaian yang bagus ketika setiap ke masjid, makan dan minumlah dan jangan kalain berlebih-lebihan. Karena Allah tidak suka pada orang yang berlebih-lebihan”.
Berkata Ibnu Katsir: “ayat ini adalah bantahan atas kebiasaan orang-orang musyrik bertawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang. Sebagaimna yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nasaai dan Ibnu Jarir…”dari Ibnu Abbas ia berkata: mereka orang-orang musyrik bertawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang, baik laki maupun wanita; laki siang hari dan wanita di malam hari”. (lihat, Tafsir Ibnu Katsir: 3/405).
3. Beribadah di ka’bah dengan bersorak sambil bertepuk tangan.
Hal ini Allah sebutkan dalam surat Al Anfal:
{ وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ} [الأنفال/35]
“Tidaklah sholat mereka di sisi Ka’bah kecuali bersiul dan betepuk-tepuk,maka rasakan oleh kalian azab itu sebagai balasan terhadap kekufuran mereka”.
4. Suka bernyanyi atau menyewa para biduwan untuk bernyanyi.
Hal ini Allah sebutkan dalam surat Lukman:
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ} [لقمان/6]
“Dan diantara manusia ada orang yang membeli perkataan yang sia-sia untuk memalingkan manusia dari jalan Allah tanpa Ilmu, mereka menjadikannya sebagai olokan, untuk mereka adalah azab yang hina”.
Menurut para mufassirin dari kalangan sahabat dan tabi’in bahwa yang dimaksud membeli lahwal hadits (perkataan sia-sia) dalam ayat di atas adalah nyannyian, alat-alat musik dan menyewa para biduwan/ti. (lihat, Tafsir Ibnu katsir: 6/331).
5. Meramal nasib dengan binatang atau benda.
Sebuah kebiasan yang suka dilakukan oleh masyarakat Arab Jahiliyah menggundi nasib, atau meramal nasib dengan suara atau gerakan burung. Umpamanya ada seseorang sakit lalu mereka mendengar burung gagak atau burung hantu berbunyi di malam hari, maka mereka meramal bahwa seorang yang sakit tersebut akan meninggal dunia. Rasulullah menyuruh mereka untuk meninggalkan budaya tersebut dalam sabdanya:
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السلمي قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُمُورًا كُنَّا نَصْنَعُهَا في الْجَاهِلِيَّةِ كُنَّا نأتي الْكُهَّانَ. قَالَ «فَلاَ تَأْتُوا الْكُهَّانَ». قَالَ قُلْتُ كُنَّا نَتَطَيَّرُ. قَالَ «ذَاكَ شيء يَجِدُهُ أَحَدُكُمْ في نَفْسِهِ فَلاَ يَصُدَّنَّكُمْ». رواه مسلم
Dari Muawaiyah bin Hakam assulamy: aku berkata kepada Rasulullah : Ya Rasulullah berbagai hal yang pernah kami lakukan di masa jahiliyah; kami mndatangi dukun? Jawab beliau: Jangan kalian mendatangi dukun. Lalu aku berkata lagi: Kami dulu suka mengundi nasib dengan burung? Jawab beliau: itu sesuatu yang terbetik dalam hati kalian janganlah menghalangi kalian”.
Dalam riwaya lain belaiu bersabda:
«الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ». رواه أبو داود وصححه الألباني
“Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik”.
Yang dimaksud dengan Thiyarah yaitu meramal suatu kejadian buruk dengan burung atau lainnya seperti yang telah jelaskan di atas.
Bersambung insya Allah..